sahabat

Hari ini banyak pelajaran berharga yang bisa kupetik. Kepercayaan, adu domba, provokator, munafik, keberpihakan yang menyudutkan. Sebenarnya tidak masalah jika tidak mengusikku. Mengapa bisa mengusikku? ataukah kusekedar merasa alias baper?

Aku, Hana. Dua sahabatku yang masih ada hubungan saudara. Mereka sangat akrab dan sering saling curhat selain denganku tentu saja. Yap kami bertiga memang terbiasa saling mencurahkan isi hati bahkan ke hal percintaan dan keluarga.

Hari ini aku disadarkan pada satu hal bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Mungkin jika cowok itu tidak hadir tadi maka ku tidak pernah tahu atau belum akan tahu bagaimana dua sahabatku itu. Memang ku mengenal mereka sudah lama akan tetapi ku tidak mengira bahwa dua wanita cantik itu bisa berbuat demikian.

Seperti biasa aku akan ke cafetaria di lantai 1 di jam istirahat setelah kutunaikan salat duhur. Mau bawa bekal ke kantor ataupun tidak tetap makan siang ku duduk di cafetaria. Ganti suasana lah dari ruangan yang penuh oleh file-file laporan keuangan dengan ruangan yang pemandangannya taman gedung A ini.

Tibanya aku di cafetaria kulihat dua sahabatku sedang ngobrol dengan seorang cowok. Kudekati mereka dengan maksud untuk bergabung. Begitu mendekati meja mereka, kudengan namaku disebut. Jadi kuurungkan niatku lalu ku memilih tempat duduk yang tidak jauh dari mereka. Alhamdulillah Mira dan Nisa posisinya membelakangi tempat duduk yang kupilih jadi mereka tidak menyadari kehadiranku.

Kudengarkan dengan seksama obrolan mereka. mengapa namaku disebut-sebut.

 “Hana memang cantik tetapi janganlah kamu naksir dia Boy.” Kata Mira kepada cowok yang bernama Boy itu. 

“Mengapa?” Tanya Boy.

“Cari cewek lain saja. Dia bukan mangsa yang yahud.” Kata Nisa.

“Hana cantik, kaya, smart girl, punya kedudukan di kantor kalian. Dia juga sahabat kalian. Mengapa kalian menyuruhku cari cewek lain. Aku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama kemarin waktu melihatnya jalan dengan kalian.” Kata Boy yang sekilas kulirik ganteng dan berkulit sawo matang dengan tubuh yang atletis bak model di majalah remaja. 

Aku heran bagaimana kedua sahabat terbaiknya ini melarang boy mendekatinya sedangkan jika memang cowok itu menyatakan cintanya maka akan aku terima dengan sukacita. Ingin segera kubalik badan dan mengagetkan mereka jika tak kudengan suatu kalimat yang sangat membuatku sakit hati.

“Kalau kamu mau tahu Hana itu licik. Seharusnya Nisa yang jadi manajer keuangan akan tetapi Hana merayu tuh Pak Bos jadi deh klepek klepek dan memberikan posisi itu ke Hana. Dia juga memperebutkan warisan dengan saudara-saudaranya. Aduh pokoknya ribet deh.” Kata Mira sambil menyendok bakso kemudian dimasukkan ke mulutnya.

“Warisan? Wah kelas kakap juga dia ya.” Ujar boy.

“Kakeknya punya beberapa tanah di kampung tetapi kata hana dikuasai oleh paman dan bibinya. Ayahnya tidak mendapat bagian dengan alasan merantau keluar dari daerah jadi tidak berhak akan warisan. Kebetulan salah satu pamannya itu istrinya adalah saudara jauh Nisa. Hana tidak tahu hal ini. Bibi Hana ini cerita semua akan kebusukan Hana yang membuat kakek meninggal.” Cerita Mira. 

“Benar Boy. Hana beneran dah sudah kaya tetapi masih saja mengejar warisan yang jelas-jelas bukan haknya.” Sambung Nisa.

“Gitu ya ceritanya.” Ujar Boy. 

Aku tidak kuasa menahan airmataku. Mengapa dua sahabatnya ini demikian jahat. Cerita hal yang tidak masuk akal kepada cowok itu. Apa mereka iri? Atau jangan-jangan Mira atau Nisa menaruh harap sama cowok itu. Berjuta pertanyaan di benakku. Ku sudah tak sanggup lagi mendengar obrolan yang sangat menyakitkan itu, kubangkit dari tempat dudukku dan kulangkahkan kakiku keluar dari cafeteria.


0 komentar